Memasuki bulan Ramadhan, sering timbul pertanyaan dari para ibu menyusui. ”Bolehkah saya puasa saat menyusui?”, ”Apakah ASI saya akan berkurang saat puasa?”, ”Apa yang harus saya konsumsi saat sahur dan berbuka agar ASI saya tetap banyak?”Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita ingat kembali cara kerja tubuh kita dalam memproduksi ASI.
Saat bayi menyusu, syaraf-syaraf di permukaan payudara memberi rangsangan sensoris ke Hipotalamus (kelenjar pada Otak) untuk memproduksi hormon Prolaktin dan hormon Oksitosin. Dalam payudara, hormon Prolaktin memberi perintah agar sel-sel dalam payudara memproduksi ASI. Sementara hormon Oksitosin menyebabkan otot-otot payudara berkontraksi, dan memompa ASI keluar dari puting.
Banyaknya ASI yang diproduksi dan dikeluarkan dari payudara, sesungguhnya diatur oleh isapan bayi. Makin sering bayi mengisap, makin sering ASI dikeluarkan dan diproduksi di payudara. Inilah yang dinamakan supply and demand.
Namun tidak dapat dipungkiri, saat puasa, cairan tubuh kita berkurang hingga 2-3 %. Pada keadaan normal, ada mekanisme ”rasa haus” yang mencegah kita dari kekurangan cairan. Namun, disaat puasa, secara otomatis otak mengatur agar pengeluaran cairan tubuh melalui air seni dan keringat dihemat.
Tentu timbul pertanyaan, ”Apakah penghematan tetap berlaku saat menyusui sambil berpuasa? Bagaimana dengan kandungan ASInya ketika berpuasa makan?”. Pada saat Ramadhan, kita rata-rata berpuasa 14 jam. Tubuh kita masih dapat mengkompensasi kekurangannya selama 14 jam tersebut, pada saat berbuka. Namun, sangat dianjurkan pada para ibu yang masih menyusui eksklusif (usia bayi kurang dari 6 bulan) untuk menunda berpuasa, bila dirasa memberatkan bagi dirinya untuk tetap beraktifitas dengan normal, maupun bila tampak perubahan perilaku bayinya dengan menyusu lebih sering. Agama Islam pun memberi keringanan bagi para ibu menyusui untuk tidak berpuasa selama Ramadhan. Sebab pada masa menyusui eksklusif, ASI adalah satu-satunya asupan cairan dan gizi bagi bayi. Pada masa ini, metabolisme tubuh ibu bekerja dengan giat untuk terus menerus memproduksi ASI dengan komposisi yang lengkap.
Walaupun ibu tidak makan selama 14 jam, komposisi ASInya tidak akan berubah atau berkurang kualitasnya dibandingkan saat tidak berpuasa. Sebab, tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi dengan mengambil cadangan zat-zat gizi, yaitu energi, lemak dan protein serta vitamin dan mineral, dari simpanan tubuh. Begitu ibu berbuka, tubuh akan mengganti cadangan zat-zat gizi tadi, sehingga ibu tidak akan kekurangan zat gizi untuk memenuhi aktifitas serta mempertahankan kesehatan tubuhnya. Komposisi ASI baru akan berkurang pada ibu yang menderita kurang gizi berat, sebab tidak ada lagi cadangan zat gizi yang dapat memasok kebutuhan produksi ASI yang lengkap.
Berarti, bila ibu menyusui makan dalam porsi sedikit lebih banyak dari porsi normalnya, dapat dipastikan bahwa cadangan zat gizi ibu tidak akan berkurang. Tidak perlu sampai menambah satu kali porsi makan ekstra tiap hari.
Jadi, bila ibu tetap memutuskan untuk menjalankan puasa Ramadhan, mungkin tips berikut dapat bermanfaat:
- Makanlah saat sahur dan berbuka dalam porsi secukupnya, pastikan ibu mengkonsumsi cairan yang cukup, walau tidak perlu berlebih, karena bila berlebihan, toh tubuh kita akan membuang kelebihan tersebut.
- Ibu hendaknya tetap tenang beribadah dan percaya diri terus menyusui, jangan merasa khawatir ASInya akan berkurang, sebab rasa cemas tersebut justru akan menghalangi kerja hormon Oksitosin mengeluarkan ASI dari payudara, sehingga akan nampak seolah-olah ASI ibu berkurang. Ingatlah bahwa menyusui pun juga ibadah.
- Bila ibu memiliki aktifitas yang cukup tinggi selama Ramadhan, mungkin perlu dipertimbangkan untuk tidak berpuasa bila si kecil masih menyusu eksklusif, sebab dalam agama Islam pun ada keringanan bagi ibu yang menyusui.
- Yakinlah selalu, puasa maupun tidak, bahwa ibu telah memberikan yang terbaik bagi si kecil, yaitu semua gizi, zat kekebalan, enzim dan hormon yang diperlukan si kecil untuk tumbuh sehat dan cerdas melalui ASI, serta dasar menjadi anak sholeh-sholehah, karena pada saat bayi menyusu, ia juga belajar mengembangkan naluri, merasakan kasih sayang dan ikatan batin dengan ibunya, suatu hak eksklusif yang tidak akan bisa digantikan!
Penulis:
dr. Dian Nurcahyati, MSc, IBCLC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar